MEMULIAKAN ULAMA
MEMULIAKAN ULAMA
Oleh : Komarudin, S.Pd.I
Pada hakikatnya semua
ilmu yang dimiliki manusia bermuara dari satu sumber, yaitu Allah swt. Hal ini
seperti yang tertuang pada seluruh isi kandungan Al Qur`an, semuanya merupakan
sumber pengetahuan dan ilmu pengetahuan manusia, yang kita kenal dengan istilah knowledge and
science.
Untuk
memahami isi kandungan Al Qur`an secara utuh dan benar sebagai sumber ilmu,
tentu tidaklah mudah, tidak semudah membalikan telapak tangan serta tidak semua
orang juga mampu memahaminya, hanya orang-orang tertentu sajalah yang diberi
kemampuan oleh Allah swt untuk menelaahnya dan mampu memahami hikmah dibalik perintah
atau larangan Allah yang termaktub pada ayat - ayat dalam Al Qur`an.
Di antara
mereka adalah ahlul ‘ilmi (ulama) dari kalangan manusia, mereka adalah
orang-orang memiliki kemampuan dalam memahami ilmu Allah dalam Al Qur`an.
Dengan lisan dan perjuangan para ulama sehingga risalah para nabi dan rasul
sampai pada kita pada saat ini. Sehingga menghormati dan memuliakan mereka
suatu keharusan yang mesti dilakukan seorang muslim sebagai bentuk apresiasi
terhadap perjuangan mereka, kemudian perilaku ini juga merupakan bagian
dari sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Dalam satu riwayat yang berasal
dari Ibnu Abbas ra. dimana Rasulullah saw bersabda :“Bukan dari kami orang yang tidak
menyayangi orang yang lebih muda kita dan (orang yang tidak) menghormati orang
yang lebih tua kita, (orang yang tidak) memerintahkan kepada yang baik dan
(tidak) melarang dari yang munkar serta (tidak) mengetahui hak ulama kita.” (HR. Ahmad & Tirmidzi).
1.
Pengertian Ulama
Secara
etimologi kata `ulama merupakan bentuk jamak (plural)
dari
kata `aalimun (isim fa`il/pelaku), dimana kata tersebut merupakan bentukan dari
kata `alima (fi`il madhi) - ya`lamu (fi`il mudharri`),
menjadi `aalimun (isim fa`il/pelaku). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia kata `aalimun diartikan seorang yang berilmu terutama
dalam hal agama Islam. Sedangkan menurut istilah pengertian `ulama
adalah orang-orang yang pandai dalam pengetahuan agama Islam.
Jika Al
Asfahani di dalam Al Mufradat fi garib al-Qur`an menyebutkan arti
kata al `ilmu adalah pengetahuan hakikat tentang sesuatu.
Maka dapat disimpulkan
pengertian `ulama adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang
hakikat ajaran Islam.
Ada beberapa prasyarat bagi seseorang yang hendak mejadi ulama, didalam kitab fadhaail `amal karya Maulana Muhammad Zakariyya
al-Kandahlawi rah.a, beliau menjelaskan seorang ulama setidaknya memiliki
kompetensi serta keahlian dalam lima belas
bidang keilmuan Islam yang harus dia kuasai. Tujuh di antaranya,
adalah ; ilmu lughat (filologi), ilmu nahwu (tata bahasa), ilmu
sharaf (perubahan bentuk kata), ilmu isytiqaq (akar kata), ilmu
aqa`id (dasar-dasar aqidah), ilmu ushul fiqih, dan ilmu
asbabun-nuzul serta masih banyak lagi yang lainnya.
2.
Kedudukan Para Ulama
Seorang
ulama tentu memiliki kedudukan istimewa dihadapan Allah yang berbeda dengan
manusia pada umumnya, perbedaan tersebut didasari oleh ilmu yang dimilikinya
dan apa yang dia hafal dari Al Qur`an sebagai bentuk pemuliaan kepada Allah
SWT. Sehingga Allah swt selalu memuji ilmu dan ahlul ilmi (para ulama). Bahkan
Allah juga memberi pahala dan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu di
dunia dan di akhirat.
Di antara
bentuk pemuliaan Allah swt atas ulama adalah Pertama, menjadikan mereka
sebagai saksi atas perkara yang paling agung dan mulia, yaitu keesaan-Nya, dan
menggandengkan kesaksian mereka dengan kesaksian-Nya dan kesaksian para
malaikat. Allah azza wa jalla berfirman: “Allah menyatakan
bahwa tidak ada tuhan selain Dia, (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan
keadilan, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana” (QS.
Ali Imraan: 18). Para
ahli tafsir salah satu
diantaranya Iman al Qurthubi dalam al Jami` li ahkamil Qur`an, juz 4 hal 41,
menjelaskan makna ayat diatas mengatakan : “Pada ayat ini terdapat dalil yang menjelaskan
keutamaan ilmu dan kemuliaan ulama. Seandainya ada orang yang lebih mulia
daripada ulama niscaya Allah akan menggandengkan mereka dengan asma-Nya dan
nama para malaikat-Nya”.
Kemudian
bentuk pemuliaan Allah swt yang Kedua, terhadap para ulama adalah
mengangkat derajat orang-orang beriman dan orang-orang berilmu dengan beberapa
derajat. Sebagaimana Allah terangkan dalam firman-Nya :
“ ...
niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu
beberapa derajat ...” (QS. Al Mujaadilah : 11).
Imam As Syuyuti dalam Daarul mansur, juz 8 hal.
83 memberi penjelasan maksud ayat di
atas bahwa “ Allah swt akan mengangkat derajat orang-orang beriman yang
memiliki ilmu pengetahuan atas orang-orang beriman yang tidak memiliki ilmu
pengetahuan dengan beberapa derajat”. Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa barang siapa yang mengumpulkan iman dan ilmu, niscaya Allah akan
mengangkat kedudukannya beberapa derajat dengan sebab keimanan dan keilmuan
yang dimilikinya.
Selain
dua pemuliaan dan keistemewaan tersebut, para ahlul `ilmi (ulama) juga
senantiasa dicintai dan disanjung oleh
seluruh penduduk langit (malaikat), dan selalu meletakkan sayap mereka (para malaikat) bagi mereka yang
berada di majelis ilmu para ulama. Sebagaimana riwayat yang bersumber dari Anas ra,
dimana Rasululullah saw, bersabda : “ Ulama adalah pawaris para nabi, mereka
senantiasa akan dicintai oleh penduduk langit dan senantiasa dido`akan oleh
seluruh ikan yang berada di lautan apabila mereka telah mati sampai hari kiamat
tiba”.
3. Teladan Sahabat Radhillahu anhum Dalam Memuliakan Ulama
Para sahabat radhiallahu anhum adalah orang-orang
sholeh yang memilki adab dan perilaku yang santun yang dapat dijadikan teladan serta contoh dalam
memuliakan ulama. Mereka adalah orang-orang mulia yang sangat menghargai ilmu
dan orang-orang yang berilmu, mereka memiliki semangat dan ghirah yang
luar biasa untuk hadir dalam majelis ilmu untuk mendapatkan pengajaran dari
para ulama, karena mereka memiliki keyakinan membaja kepada Allah rabbul djalil bahwa dengan ilmu-lah
Allah akan menghidupkan hati-hati mereka yang jumud dengan hikmah-Nya,
sebagaimana menghidupkan bumi yang tandus menjadi subur dengan air hujan yang
turun dari langit.
Di dalam siyar
`alam an-nubala juz 10 hal. 82 di kisahkan salah seorang sahabat Rasulullah
saw. bernama Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma, dengan kedudukan dan kemuliaannya,
beliau mau memegang tali tunggangan Zaid bin Tsabit al-Anshari ra, seraya
berkata: “ Seperti inilah kami disuruh untuk memperlakukan para ulama dan
pembesar kami”. (HR. Al Hakim).
Ibnu Abbas ra. memiliki kisah yang
berbeda, beliau menceritakan : “Aku menghadapi masalah dan mencari-cari para
sahabat Rasulullah saw. maka sungguh aku mendatangi seorang laki laki karena
suatu hadits Nabi Muhammad saw. yang sampai berita kepadaku bahwa ia pernah
mendengarnya dari Rasulullah saw. ternyata aku menemukannya sedang tidur qailulah
(di pagi, siang hari), maka aku memakai selendangku di depan pintu rumahnya,
angin bertiup di wajahku sampai ia keluar. Ketika keluar, ia berkata: ‘Wahai
anak paman (sepupu) Rasulullah saw, ada apa denganmu? Aku berkata: ‘Sampai berita
kepadaku bahwa engkau menyampaikan hadits dari Rasulullah saw, maka aku ingin
mendengarkan langsung darimu.’ Ia berkata: ‘Kenapa engkau tidak mengutus
seseorang kepadaku hingga aku datang kepadamu.’ Aku berkata: ‘Saya lebih pantas
untuk datang kepadamu”.
Sesungguhnya para ulama sudah banyak
yang membicarakan tentang tata cara
bergaul (berinteraksi) dengan ulama dalam majelisnya, metode bertutur sapa
bersamanya secara panjang lebar diulas dalam kitab ‘Adabul ‘Alim wal
Muta’allim’, salah satu di antaranya ucapan Ali bin Abu Thalib ra., beliau
berkata : “Sesungguhnya di antara hak ulama adalah engkau jangan banyak
bertanya kepadanya, janganlah engkau membantahnya dalam jawaban, janganlah
engkau terus menerus bertanya apabila ia malas, janganlah engkau memegang
pakaiannya apabila ia bangkit, janganlah engkau membuka rahasianya, jangan
menggunjing seseorang di sisinya, jika ia keliru engkau harus
menerima/memaafkan kekeliruannya. Engkau harus menghormati dan mengagungkannya
karena Allah swt selama dia menjaga perintah-Nya dan jika ia membutuhkan
sesuatu hendaklah engkau cepat-cepat mendahului yang lain. (*Penulis Staf
Pengajar SMK Negeri 1 Labuan Bajo, dari berbagai sumber ).
Komentar