Menjaga Waktu
Menjaga Waktu
Oleh : Imam Nawawi
Al- Waqtu kas-saif-taqtho`hu qatha`aka “ (Waktu
ibarat pedang, jika kamu tidak memotongnya, niscaya pedang itu yang akan
memotongmu), demikian pepatah Arab mengatakan.
Hampir sedikit orang yang
tidak mengerti betapa mahalnya waktu, namun demikian juga banyak manusia yang
bermain dengan waktu.
Terkait pentingnya waktu
ini, kita mesti belajar dari seorang sahabat Rasulullah SAW. yakni Ukasyah.
Kala itu Rasulullah SAW
bersabda bahwa akan ada 70 ribu orang yang akan dimasukkan ke dalam surga tanpa
dihisab. Mendengar itu, Ukasyah bersegera menyampaikan keinginannya kepada
Nabi, “Ya Rasulullah do`akanlah aku termasuk di dalamnya.” Mendengar
itu, Rasulullah pun menjawab, “Kamu termasuk wahai Ukasyah.”
Melihat respon Nabi yang
begitu cepat, sahabat yang lain pun mengatakan hal yang sama. Nabi bersabda,
“Kalian telah didahului oleh Ukasyah.”
Peristiwa sejarah tersebut
memberikan ibrah bahwa dalam setiap kesempatan kebaikan untuk mendapat
ridho-Nya, seorang Muslim semestinya tidak perlu berfikir panjang, apalagi
sampai menunda-nunda.
Abdullah bin Mas`ud
misalnya, ia sangat membenci orang yang melewatkan waktunya tanpa makna. “Saya
sangat muak kepada orang yang statusnya nganggur, tak beramal untuk akhirat,
tak juga untuk di dunia.” Pandangan Abdullah bin Mas`ud itu dapat diambil
penjelasannya dari apa yang diterangkan oleh Syeikh Dr. Yusuf Qardhawi tentang
tabiat waktu.
Pertama,
waktu cepat berlalu. Bertanyalah kepada orang yang lebih tua di antara kita,
tanyakan tentang durasi waktu yang dilaluinya, jawabnya hampir pasti, “Semua
berlalu begitu cepat, seolah baru kemarin.” Bahkan Al Qur`an pun mengabarkan
bahwa kelak manusia merasa dunia sangat cepat. Sebagaimana Allah informasikan
dalam Al Qur`an Surah Yunus ayat 10, berikut ini :
"وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَاَنْ
لَّمْ يَلْبَثُوْااِلاَّ سَاعَةً مِّنَ النَّهَارِ يَتَعَارَفُوْنَ بَيْنَهُمْ ...
"
Artinya : “Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Allah
mengumpulkan mereka, (mereka merasa) seakan-akan tidak pernah berdiam (di
dunia) kecuali sesaat saja pada siang hari, (pada waktu) mereka saling berkenalan ...”
Kedua, waktu yang sudah berlalu tidak mungkin kembali lagi.
Sangat tepat apa yang disampaikan oleh Hasan Basri Al Bashri mengenai hal ini, “Tidak
ada satu hari pun yang menampakkan fajarnya kecuali ia akan menyeru, ‘Wahai
anak Adam, aku adalah harimu yang baru, yang akan menjadi saksi atas amalmu,
maka carilah bekal dariku. Karena jika aku telah berlalu, aku tidak akan
kembali lagi hingga hari kiamat.
“Di antara baiknya ke-Islaman seseorang adalah ketika ia
meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi,
Ahmad dan Ibnu Majah).
Muslim yang tidak benar-benar menjaga aset waktunya maka
ia tidak saja akan mengalami kerugian material di masa datang, tetapi juga
membiarkan imannya terus-menerus rusak tanpa disadari. *(Penulis Merupakan Pimred Majalah Mulia BMH)
Komentar